Begitu banyak bintang dilangit. Tapi mengapa kita tak bisa memiliki satu bintangpun diantara persekian triliun bintang itu? -Inez
Tentang Fadil
Sudah selarut ini aku belum tidur. Tak seperti biasanya aku begini. Aku benar-benar merasa tak enak pada Inez. Kemarin aku baru saja memutuskannya. Itu semua gara-gara aku melihatnya berjalan berdua bersama pria lain. Apakah selama hubunganku dengannya dia menyembunyikan semua ini?
Tapi aku benar-benar mencintai gadis ini. Aku cemas padanya kini. Salahku mengatakan kata-kata itu.
***
“Jadi selama ini kau..”
“Tidak, ini tidak seperti yang kau pikirkan, aku bisa menjelaskan semuanya” Pinta Inez padaku.
“Aku tak perlu penjelasan darimu semuanya sudah jelas! Mulai saat ini kita putus!” Bentakku padanya, aku berbalik tak ingin menatapnya. Aku benar mendengar langkahnya berlari pergi, dia berlari menjauh. Sementara pria itu memegang pundakku.
“Ini semua tak seperti yang kau lihat”
“Diamlah!” Aku menepisnya.
“Bahagialah bersamanya” Lanjutku.
“Brukk” Tiba-tiba ku dengar suara hantaman keras, aku langsung berbalik, pria itupun sama. Seketika aku tak percaya apa yang terjadi
“I.. nez”
—
Peristiwa itu, masih tergambar jelas tiap detik malam itu. Satu kenangan yang sangat ingin aku lupakan. Kenangan yang terlalu pahit untuk ku ingat. Namun aku benar-benar tak bisa menolak apa yang telah terhampar disini. Yang paling ku sesali adalah ketika mengetahui pria tersebut adalah kakaknya sendiri.
***
“Inez” Lirihku menggenggam tangan dingin kecilnya. Kini dia hanya bisa berbaring diranjang dengan bantuan alat pernafasan dan selang infusan ditangannya untuk menambah umurnya walau dalam keadaan tak sadar. Apakah dia akan koma selamanya?
Aku benar-benar dapat melihatnya kini. Melihat wajah ayunya yang lugu, mata bulat kecilnya yang tertutup, hidung mancungnya yang mungil, bibir tipisnya yang manis. Aku benar-benar masih ingat kenangan-kenangan indah yang mungkin terlalu manis untuk dilupakan.
—
“Mengapa bintang dilangit sangat banyak ya?” Ucapku padanya. Dia hanya tersenyum kecil mendengarnya.
“Begitu banyak bintang dilangit. Tapi mengapa kita tak bisa memiliki satu bintangpun diantara persekian triliun bintang itu?” Desahnya.
“Mengapa ada bintang dilangit?”
“Orang bilang, setiap orang meninggal akan diangkat jiwanya dan akan menjadi bintang dilangit. Dan bintang yang paling bersinar menandakan bahwa orang itu telah hidup bahagia disana” Jelasnya. Aku tersenyum mendengar dia. Diapun menyandarkan kepalanya dibahuku. Aku mendekapnya.
“Bintang dilangit memang tak bisa dimiliki. Tapi bintang yang ada disisiku bisa dimilki tidak ya?” Desisku padanya.
“Menurutmu?”
—
“Inez maafkan aku, sampai kapan kamu akan begini? Aku tahu aku adalah lelaki bodoh, aku bodoh, aku seharusnya tak memutuskanmu Inez” Isakku padanya. Aku sungguh tak kuasa menahan air mataku melihat keadaannya kini. Aku menyesal telah membuatnya seperti ini. Jika aku tak mengucapkan hal itu tak mungkinlah dia begini.
“Sudahlah ini hanya kecelakaan, jangan salahkan dirimu” Bella menyemangatiku. Aku hanya diam saja. Dan tetap melihat Inez. Aku menatapnya dalam-dalam, masih terlukis jelas dibenakku seuntai senyumnya. Senyum yang paling manis yang aku lihat.
—
“Kau tahu disekitar sini banyak ruh berkeliaran” Ucapnya menakut-nakutiku.
“Aku tak percaya” Kelakarku.
“Kau masih tak percaya? Ruh orang-orang yang sedang koma atau tak sadar sedang berada disini. Mereka mengintaimu Fadil, mereka ingin bermain denganmu” Ucapnya ditelingaku.
“Merekapun ingin bermain denganmu”
“Ish” Desahnya. Aku tertawa-tawa melihatnya.
—
Saat itu, dia bilang ruh orang yang koma atau tak sadar sedang berkeliaran disini. Tunggu. Berkeliaran. Apakah dia ada disini juga?
Ahh mustahil. Dia hanya bermain-main saja, aku tahu benar sifatnya.
“Aku disini” Seseorang mendesah.
“Apa siapa itu? Inez, Inez” Aku mencari-cari asal suara itu, namun aku tak kunjung menemukan siapa itu. Disini hanya ada aku dan Inez.
***
Tentang Inez
“Aku disini Dil, disini. Apakah kau tak melihatku? Kau harus percaya Fadil, percaya apa yang aku ucapkan” Aku terus mendesah padanya. Berbagai cara telah ku lakukan agar dia bisa melihatku, namun selalu menghasilkan yang sama. Gagal.
“Fadil” Aku meraih sedikit bahunya. Ku lihat jelas raut wajahnya yang lusuh. Dia pasti mencemaskanku. Maafkan aku Fadil.
“Mengapa kau tak bangun Inez?” Keluhnya sendiri.
“Aku disini, lihat aku Fadil”
“Tega kau melakukan ini padaku Inez” Desahnya lagi.
“Aku tak pernah bermaksud menyakitimu” Aku terduduk didepannya. Menatap mata dan wajahnya. Benar-benar penuh dengan kesedihan. Maafkan aku.
“Sadarlah, dan katakan bahwa kau bisa hidup lagi. Bisa menemaniku disini lagi Inez. Bisa terus bersamamu” Kini dia makin menangis. Aku menyentuh pipinya yang penuh air mata. Aku tahu dia tak dapat melihat dan mendengarku, tapi aku yakin dia merasakanku.
“Aku bisa menemanimu Fadil, terus bersamamu. Dihatimu Fadil, namun aku tak pasti akan kehidupanku lagi. Tak pasti” Aku menyeka air matanya walau aku tahu aku tak bisa.
Tiba-tiba dia berdiri, aku benar-benar kaget. Diapun pergi meninggalkan tubuhku. Seketika aku mengikutinya.
“Jadi dia tak akan bangun lagi?” Tanya Fadil serius. Aku sedikit mendengar pembicaraan Fadil dan Bella.
“Dokter bilang, sudah tak ada harapan lagi, dan dia akan koma selamanya, dia bisa bangun jika terjadi keajaiban” Bella terisak, aku kaget mendengar semua ini, Fadil terduduk di ruang tunggu sambil menangis dan menunjukan wajah bingung juga resah. Aku terduduk disampingnya sambil terisak. Aku memeluknya walau aku tahu pelukanku tak nyata.
“Tuhan, jika kau izinkan saja sekali aku untuk bisa menyampaikan kata terakhir padanya” Isakku. Seketika cahaya putih menyilaukan mataku.
***
Tentang Fadil
“Bisakah kita mengulangnya lagi Inez” Seruku sambil memanggil namanya.
“Aku harap kita bisa melakukannya” Seru seseorang yang mungkin tak asing kedengarannya. Aku sangat kaget saat itu juga. Aku berbalik dan kulihat
“Inez. . Kau?” Aku sedikit tergagap melihatnya kini ada di depanku.
“Tidak-tidak, dia tak nyata itu hanya halusinasi” Akupun mulai berbalik dan hendak pergi meninggalkan rumahku dan menuju rumah sakit.
“Aku nyata” Ucapnya lagi. Aku yang saat itu sedang berjalan, terhenti seketika.
“Aku nyata. Apakah itu masih kurang untuk membuatmu percaya padaku?” Desahnya lagi. Aku berbalik lalu aku mulai menatap matanya. Persis ku lihat pandangan itu, pandangan yang selalu ku rindukan. Persis ku lihat seulas senyum menyinari wajahnya.
“Kemarilah, aku tahu kau tak akan percaya ini”
“Apakah aku tak bermimpi Inez?” Tanyaku padanya. Dia tersenyum padaku walau aku tahu ada raut sedih dimatanya.
“Maafkan aku Inez” Akupun langsung berlari menghampirinya lalu memeluk erat-erat tubuhnya.
“Inez maafkan aku”
“Tidak, aku yang harusnya minta maaf padamu. Aku membuatmu terpuruk seperti ini, aku mengaku salah” Sesal Inez padaku.
“Tidak nez, jujur saja. Jika aku tak memutuskanmu semuanya akan baik-baik saja. “Aku terisak sambil melepaskan pelukanku.
“Sudah sekarang kita tak perlu saling menyalahkan. Ini semua sudah takdir yang dijanjikan Tuhan” Tenangnya padaku.
“Inez, aku menyesal telah memutuskanmu. Mari kita mulai lagi cinta kita” Pintaku padanya. Dia terdiam.
“Tidak kita tak bisa melakukannya lagi. Kita sudah berbeda dunia” Jelasnya padaku.
“Apa maksudmu?”
“Aku tak bisa kembali lagi padamu” Desahnya sambil menahan air matanya.
“Mengapa tidak jelas sekali sekarang kita ada disini, kita bisa bersama” Ucapku
“Tidak, kita tak bisa” Dia terus meyakinkanku.
“Mengapa begitu? Ayolah buat lelucon dan kata-kata lucu untukku lagi. Buatlah pertanyaan yang selalu aku salah menjawabnya. Buatlah. Aku rindu itu sangat.” Desahku sambil menangis.
“Jangan menangis, akupun merindukanmu. Kau bisa mengingat kata-kataku. Bintang tak mungkin bisa dimiliki, namun ada saatnya kau bisa melihat bintang yang ingin kau miliki bersinar padamu.”
“Maksudmu?” Aku benar-benar tak mengerti apa yang dia ucapkan.
“Kau akan mengerti suatu saat nanti. Mungkin ini adalah saat yang sempurna untuk mengatakan selamat tinggal padamu.” Dia mencoba tegar sepertinya walau ku tahu apa yang diinginkan kata hatinya.
“Apa? Secepat itukah? Mengapa kau harus pergi sekarang?” Aku terus menarik tangannya, namun dia hanya terdiam.
“Banyak urusan yang belum ku lakukan disini. Namun aku tahu takdir mengatakan aku harus berpisah secepat ini, berjanjilah untuk tetap saling menyayangi.” Ucapnya, aku semakin menggenggam erat tangannya namun perlahan tangan itu terlepas.
“Inez, Inez, jangan lakukan ini” Ucapku padanya tapi dia hanya terdiam seketika bayangan putih membawanya dan dia hilang.
“Inezzzz”
“Fadil” Tiba-tiba Bella datang dengan penuh isak tangis, aku memandangnya heran.
“Ada apa Bel?”
“Inez, Inez, dia dia dia sudah tak ada” Desahnya sambil mengeluarkan buliran itu. Dia terlemas dipangkuanku, aku mengelus-elus kepalanya tak percaya apa yang terjadi.
***
Aku terduduk ditaman biasa aku bersama Inez, taman ini menyimpan berjuta kenangan bersama Inez, semuanya indah tak ada yang tak indah. Malam ini seakan-akan aku akan mengingat kata-kata Inez.
Ku ambil buku dan ku tulis sesuatu disana,
“Inez kau tahu, aku disini melihat banyak bintang, dan kau bilang aku bisa melihat bintang yang ingin ku miliki bersinar. Kau juga bilang, jiwa orang yang telah meninggal diangkat dan akan menjadi bintang, akankah kau bersinar untukku?”
Seketika ku lihat langit dan ku lihat satu bintang memancarkan sinarnya dan kembali ke sinar semula.
“Inez”
Tentang Fadil
Sudah selarut ini aku belum tidur. Tak seperti biasanya aku begini. Aku benar-benar merasa tak enak pada Inez. Kemarin aku baru saja memutuskannya. Itu semua gara-gara aku melihatnya berjalan berdua bersama pria lain. Apakah selama hubunganku dengannya dia menyembunyikan semua ini?
Tapi aku benar-benar mencintai gadis ini. Aku cemas padanya kini. Salahku mengatakan kata-kata itu.
***
“Jadi selama ini kau..”
“Tidak, ini tidak seperti yang kau pikirkan, aku bisa menjelaskan semuanya” Pinta Inez padaku.
“Aku tak perlu penjelasan darimu semuanya sudah jelas! Mulai saat ini kita putus!” Bentakku padanya, aku berbalik tak ingin menatapnya. Aku benar mendengar langkahnya berlari pergi, dia berlari menjauh. Sementara pria itu memegang pundakku.
“Ini semua tak seperti yang kau lihat”
“Diamlah!” Aku menepisnya.
“Bahagialah bersamanya” Lanjutku.
“Brukk” Tiba-tiba ku dengar suara hantaman keras, aku langsung berbalik, pria itupun sama. Seketika aku tak percaya apa yang terjadi
“I.. nez”
—
Peristiwa itu, masih tergambar jelas tiap detik malam itu. Satu kenangan yang sangat ingin aku lupakan. Kenangan yang terlalu pahit untuk ku ingat. Namun aku benar-benar tak bisa menolak apa yang telah terhampar disini. Yang paling ku sesali adalah ketika mengetahui pria tersebut adalah kakaknya sendiri.
***
“Inez” Lirihku menggenggam tangan dingin kecilnya. Kini dia hanya bisa berbaring diranjang dengan bantuan alat pernafasan dan selang infusan ditangannya untuk menambah umurnya walau dalam keadaan tak sadar. Apakah dia akan koma selamanya?
Aku benar-benar dapat melihatnya kini. Melihat wajah ayunya yang lugu, mata bulat kecilnya yang tertutup, hidung mancungnya yang mungil, bibir tipisnya yang manis. Aku benar-benar masih ingat kenangan-kenangan indah yang mungkin terlalu manis untuk dilupakan.
—
“Mengapa bintang dilangit sangat banyak ya?” Ucapku padanya. Dia hanya tersenyum kecil mendengarnya.
“Begitu banyak bintang dilangit. Tapi mengapa kita tak bisa memiliki satu bintangpun diantara persekian triliun bintang itu?” Desahnya.
“Mengapa ada bintang dilangit?”
“Orang bilang, setiap orang meninggal akan diangkat jiwanya dan akan menjadi bintang dilangit. Dan bintang yang paling bersinar menandakan bahwa orang itu telah hidup bahagia disana” Jelasnya. Aku tersenyum mendengar dia. Diapun menyandarkan kepalanya dibahuku. Aku mendekapnya.
“Bintang dilangit memang tak bisa dimiliki. Tapi bintang yang ada disisiku bisa dimilki tidak ya?” Desisku padanya.
“Menurutmu?”
—
“Inez maafkan aku, sampai kapan kamu akan begini? Aku tahu aku adalah lelaki bodoh, aku bodoh, aku seharusnya tak memutuskanmu Inez” Isakku padanya. Aku sungguh tak kuasa menahan air mataku melihat keadaannya kini. Aku menyesal telah membuatnya seperti ini. Jika aku tak mengucapkan hal itu tak mungkinlah dia begini.
“Sudahlah ini hanya kecelakaan, jangan salahkan dirimu” Bella menyemangatiku. Aku hanya diam saja. Dan tetap melihat Inez. Aku menatapnya dalam-dalam, masih terlukis jelas dibenakku seuntai senyumnya. Senyum yang paling manis yang aku lihat.
—
“Kau tahu disekitar sini banyak ruh berkeliaran” Ucapnya menakut-nakutiku.
“Aku tak percaya” Kelakarku.
“Kau masih tak percaya? Ruh orang-orang yang sedang koma atau tak sadar sedang berada disini. Mereka mengintaimu Fadil, mereka ingin bermain denganmu” Ucapnya ditelingaku.
“Merekapun ingin bermain denganmu”
“Ish” Desahnya. Aku tertawa-tawa melihatnya.
—
Saat itu, dia bilang ruh orang yang koma atau tak sadar sedang berkeliaran disini. Tunggu. Berkeliaran. Apakah dia ada disini juga?
Ahh mustahil. Dia hanya bermain-main saja, aku tahu benar sifatnya.
“Aku disini” Seseorang mendesah.
“Apa siapa itu? Inez, Inez” Aku mencari-cari asal suara itu, namun aku tak kunjung menemukan siapa itu. Disini hanya ada aku dan Inez.
***
Tentang Inez
“Aku disini Dil, disini. Apakah kau tak melihatku? Kau harus percaya Fadil, percaya apa yang aku ucapkan” Aku terus mendesah padanya. Berbagai cara telah ku lakukan agar dia bisa melihatku, namun selalu menghasilkan yang sama. Gagal.
“Fadil” Aku meraih sedikit bahunya. Ku lihat jelas raut wajahnya yang lusuh. Dia pasti mencemaskanku. Maafkan aku Fadil.
“Mengapa kau tak bangun Inez?” Keluhnya sendiri.
“Aku disini, lihat aku Fadil”
“Tega kau melakukan ini padaku Inez” Desahnya lagi.
“Aku tak pernah bermaksud menyakitimu” Aku terduduk didepannya. Menatap mata dan wajahnya. Benar-benar penuh dengan kesedihan. Maafkan aku.
“Sadarlah, dan katakan bahwa kau bisa hidup lagi. Bisa menemaniku disini lagi Inez. Bisa terus bersamamu” Kini dia makin menangis. Aku menyentuh pipinya yang penuh air mata. Aku tahu dia tak dapat melihat dan mendengarku, tapi aku yakin dia merasakanku.
“Aku bisa menemanimu Fadil, terus bersamamu. Dihatimu Fadil, namun aku tak pasti akan kehidupanku lagi. Tak pasti” Aku menyeka air matanya walau aku tahu aku tak bisa.
Tiba-tiba dia berdiri, aku benar-benar kaget. Diapun pergi meninggalkan tubuhku. Seketika aku mengikutinya.
“Jadi dia tak akan bangun lagi?” Tanya Fadil serius. Aku sedikit mendengar pembicaraan Fadil dan Bella.
“Dokter bilang, sudah tak ada harapan lagi, dan dia akan koma selamanya, dia bisa bangun jika terjadi keajaiban” Bella terisak, aku kaget mendengar semua ini, Fadil terduduk di ruang tunggu sambil menangis dan menunjukan wajah bingung juga resah. Aku terduduk disampingnya sambil terisak. Aku memeluknya walau aku tahu pelukanku tak nyata.
“Tuhan, jika kau izinkan saja sekali aku untuk bisa menyampaikan kata terakhir padanya” Isakku. Seketika cahaya putih menyilaukan mataku.
***
Tentang Fadil
“Bisakah kita mengulangnya lagi Inez” Seruku sambil memanggil namanya.
“Aku harap kita bisa melakukannya” Seru seseorang yang mungkin tak asing kedengarannya. Aku sangat kaget saat itu juga. Aku berbalik dan kulihat
“Inez. . Kau?” Aku sedikit tergagap melihatnya kini ada di depanku.
“Tidak-tidak, dia tak nyata itu hanya halusinasi” Akupun mulai berbalik dan hendak pergi meninggalkan rumahku dan menuju rumah sakit.
“Aku nyata” Ucapnya lagi. Aku yang saat itu sedang berjalan, terhenti seketika.
“Aku nyata. Apakah itu masih kurang untuk membuatmu percaya padaku?” Desahnya lagi. Aku berbalik lalu aku mulai menatap matanya. Persis ku lihat pandangan itu, pandangan yang selalu ku rindukan. Persis ku lihat seulas senyum menyinari wajahnya.
“Kemarilah, aku tahu kau tak akan percaya ini”
“Apakah aku tak bermimpi Inez?” Tanyaku padanya. Dia tersenyum padaku walau aku tahu ada raut sedih dimatanya.
“Maafkan aku Inez” Akupun langsung berlari menghampirinya lalu memeluk erat-erat tubuhnya.
“Inez maafkan aku”
“Tidak, aku yang harusnya minta maaf padamu. Aku membuatmu terpuruk seperti ini, aku mengaku salah” Sesal Inez padaku.
“Tidak nez, jujur saja. Jika aku tak memutuskanmu semuanya akan baik-baik saja. “Aku terisak sambil melepaskan pelukanku.
“Sudah sekarang kita tak perlu saling menyalahkan. Ini semua sudah takdir yang dijanjikan Tuhan” Tenangnya padaku.
“Inez, aku menyesal telah memutuskanmu. Mari kita mulai lagi cinta kita” Pintaku padanya. Dia terdiam.
“Tidak kita tak bisa melakukannya lagi. Kita sudah berbeda dunia” Jelasnya padaku.
“Apa maksudmu?”
“Aku tak bisa kembali lagi padamu” Desahnya sambil menahan air matanya.
“Mengapa tidak jelas sekali sekarang kita ada disini, kita bisa bersama” Ucapku
“Tidak, kita tak bisa” Dia terus meyakinkanku.
“Mengapa begitu? Ayolah buat lelucon dan kata-kata lucu untukku lagi. Buatlah pertanyaan yang selalu aku salah menjawabnya. Buatlah. Aku rindu itu sangat.” Desahku sambil menangis.
“Jangan menangis, akupun merindukanmu. Kau bisa mengingat kata-kataku. Bintang tak mungkin bisa dimiliki, namun ada saatnya kau bisa melihat bintang yang ingin kau miliki bersinar padamu.”
“Maksudmu?” Aku benar-benar tak mengerti apa yang dia ucapkan.
“Kau akan mengerti suatu saat nanti. Mungkin ini adalah saat yang sempurna untuk mengatakan selamat tinggal padamu.” Dia mencoba tegar sepertinya walau ku tahu apa yang diinginkan kata hatinya.
“Apa? Secepat itukah? Mengapa kau harus pergi sekarang?” Aku terus menarik tangannya, namun dia hanya terdiam.
“Banyak urusan yang belum ku lakukan disini. Namun aku tahu takdir mengatakan aku harus berpisah secepat ini, berjanjilah untuk tetap saling menyayangi.” Ucapnya, aku semakin menggenggam erat tangannya namun perlahan tangan itu terlepas.
“Inez, Inez, jangan lakukan ini” Ucapku padanya tapi dia hanya terdiam seketika bayangan putih membawanya dan dia hilang.
“Inezzzz”
“Fadil” Tiba-tiba Bella datang dengan penuh isak tangis, aku memandangnya heran.
“Ada apa Bel?”
“Inez, Inez, dia dia dia sudah tak ada” Desahnya sambil mengeluarkan buliran itu. Dia terlemas dipangkuanku, aku mengelus-elus kepalanya tak percaya apa yang terjadi.
***
Aku terduduk ditaman biasa aku bersama Inez, taman ini menyimpan berjuta kenangan bersama Inez, semuanya indah tak ada yang tak indah. Malam ini seakan-akan aku akan mengingat kata-kata Inez.
Ku ambil buku dan ku tulis sesuatu disana,
“Inez kau tahu, aku disini melihat banyak bintang, dan kau bilang aku bisa melihat bintang yang ingin ku miliki bersinar. Kau juga bilang, jiwa orang yang telah meninggal diangkat dan akan menjadi bintang, akankah kau bersinar untukku?”
Seketika ku lihat langit dan ku lihat satu bintang memancarkan sinarnya dan kembali ke sinar semula.
“Inez”
0 komentar:
Post a Comment